Sebagai putra Batara Guru, ia dibesarkan dengan bimbingan Batara Bayu, dididik untuk menjadi prajurit yang gagah berani, sakti, dan pantang menyerah. Segala ilmu dipelajarinya, mulai dari ilmu kenegaraan, pemerintahan, maupun ilmu perang. Hanoman memiliki beberapa nama seperti Bayutanaya, sebab dianggap putra Batara Bayu, Wanaraseta yang berarti kera berbulu putih, dan Mayangkara setelah menjadi pendeta.
Nama Hanoman banyak dikaitkan dengan anom yang berarti muda. Hanoman memiliki sifat atau perwatakan pemberani, sopan santun, setia, prajurit ulung, pandai berlagu dan berbahasa, rendah hati, teguh dalam pendirian, kuat dan tabah. Sifat itu digambarkan dalam perannya melalui bentuk dari wayang Hanoman (Heru S. Sudjarwo, 2010:238). Sosok Hanoman memiliki nilai-nilai penting untuk diteladani. Pertama adalah kesetiaan hidup. Hal ini tercermin dalam riwayat hidup sang Hanoman ketika ia ditakdirkan mengabdikan diri kepada pamannya, Raden Sugriwa di Goa Kiskenda. Di sanalah Hanoman turut menyaksikan bagaimana pamannya yang lain yaitu Raden Subali bertindak sewenang-wenang. Namun, ia mengerti bahwa keduanya tetap harus dihormati. Hingga kesewenangan itu mencapai puncaknya, Raden Sugriwa terusir dari Goa Kiskenda. Hanoman pun mengikutinya, tak pernah meninggalkan sang paman hingga akhir. Kedua adalah pengawasan/pengendalian diri. Raden Hanoman pernah suatu ketika dipercaya dan diutus oleh Sri Rama untuk mencari tahu keberadaan Dewi Sinta. Atas kesaktian Hanoman, mudah saja ia menemukan Sang Dewi dan dapat ia kembalikan kepada Sri Rama saat itu juga. Namun karena hak dan kewajiban yang diberikannya sebatas mencari tahu keberadaannya saja, maka ia tak melakukan itu meskipun kesempatan selalu ada. Ketiga adalah ketundukan. Hal ini tercermin dalam riwayat hidup sang Hanoman. Dalam carita pewayangan, diketahui bahwa Rahwana, telah kalah dalam peperangan besar melawan Sri Rama, namun tidak lantas mati begitu saja, rohnya tetap mengembara yang mungkin saja dapat membahayakan ketentraman. Jiwa ksatria Hanoman menjaga roh tersebut agar tidak mengganggu ketentraman dunia. Inilah yang menyebabkan Hanoman memiliki usia yang panjang hingga beberapa keturunan sampai kisah Ramayana berakhir dan diakhiri pasca perang besar Baratayuda hingga lahirnya Parikesit yang menjadi Raja Astina. Inilah Hanoman, ksatria ulung yang selalu memastikan dan berjanji untuk menjaga ketentraman agar terus berlangsung.
Hanoman dalam versi pewayangan memiliki dua orang anak, yang pertama bernama Trigangga dan yang kedua bernama Purwaganti yang baru muncul pada zaman Pandawa. Purwaganti pernah berjasa menemukan kembali pusaka Yudistira yang bernama Jimat Kalimasada. Ia lahir dari seorang puteri pendeta yang dinikahi Hanoman bernama Purwati. Dikisahkan riwayat hidup Hanoman sangatlah panjang. Dalam lakon Anoman Mukswa diceritakan bahwa tidaklah mudah bagi Hanoman untuk mencapai kematian, hingga suatu ketika Batara Narada memberikan tugas terakhir baginya yaitu merukunkan keturunan Pandawa yang sudah lama berperang. Ia menyamar sebagai Resi Mayangkara dan berhasil menikahkan ketiga putra Prabu Kijing Wahono atau Sri Wahono dari negara Yawastino, yakni Raden Hasta Darma, Raden Darma Sarana, dan Raden Darma Kusuma dengan putri Prabu Jayabaya dari negera Mamenang Widaraba, yakni Dewi Sukati atau Sasanti, Dewi Pramesti, dan Dewi Pramuni (R.M. Pranoedjoe Poespaningrat, 2008:56). Setelah itu, Hanoman tampil sebagai musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam peperangan tersebut, Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang Dewa kematian.