Pasar Ngasem: Dari Genangan Air Jadi Ladang Kenangan

Kalau kamu jalan-jalan ke kawasan Taman Sari dan merasa suasananya agak beda—lebih adem, lebih berkarakter, dan entah kenapa bawaannya pengin sarapan gudeg sambil duduk santai—kemungkinan besar kamu sedang berada di sekitar Pasar Ngasem. Pasar ini bukan cuma tempat jual beli biasa, tapi juga ruang nostalgia yang menyimpan jejak-jejak panjang sejarah kota ini. Bayangin aja, dulu tempat ini bukan pasar, bukan pula lapak burung, tapi… danau. Iya, danau beneran.

Konon, di masa lalu, Sultan Hamengku Buwono II suka banget nongkrong santai di danau ini. Bukan buat mancing atau main perahu, tapi buat menikmati suasana Keraton dari kejauhan. Dari luar benteng. Mungkin semacam versi early 19th century dari healing tipis-tipis.

Burung, Status Sosial, dan Pasar Ngasem

Lalu perlahan, si danau ini berubah fungsi. Air surut, kehidupan tumbuh, dan muncullah pasar yang belakangan dikenal sebagai Pasar Ngasem. Sejak awal abad ke-19, pasar ini jadi markasnya para penggemar burung peliharaan. Tahun 1809, sudah ada catatan aktivitas jual-beli burung di sini. Tapi baru di era 1960-an pasar ini resmi jadi "Pasar Burung" setelah para penjual burung dari Beringharjo dipindahkan ke sini.

Di masa itu, punya burung peliharaan bukan cuma hobi, tapi simbol status. Semacam "aku sukses, liat dong cucak rowoku". Terutama bagi kaum pria Jawa. Makin eksotis burungnya, makin tinggi gengsi pemiliknya. Nggak heran kalau Ngasem dulu rame betul, penuh kicau dan tawar-menawar. Sampai sepertiga luas pasar dipenuhi sangkar.

Dari Pasar Burung ke Pasar Kenangan

Tapi waktu terus berjalan, Jogja juga berubah. Pada 2010, pedagang burung resmi dipindahkan ke PASTY di Dongkelan. Alasannya? Biar kawasan wisata Taman Sari nggak terganggu dan bisa dikembangkan lebih baik. Dan memang, setelah itu, Pasar Ngasem mulai pelan-pelan bertransformasi.

Sekarang, Ngasem bukan cuma pasar biasa. Ia sudah jadi semacam pusat kuliner, ruang publik, tempat ngumpul warga, bahkan jadi lokasi hunting foto favorit. Ada amfiteater yang keren, cocok buat sarapan sambil nunggu matahari naik pelan-pelan dari arah barat daya. Suasananya artistik, sampai banyak pelukis dan sketsa-artist lokal yang mengabadikannya dalam karya mereka. Pasar ini bukan cuma hidup, tapi juga menghidupi seni.

Menghubungkan Sejarah dan Rasa

Kini, Pasar Ngasem juga sedang dalam proses revitalisasi. Pemerintah pengin menghubungkan pasar ini dengan Taman Sari secara lebih mulus—semacam duet maut antara wisata budaya dan kehidupan lokal. Dan yang paling menarik: makanan di sini masih otentik. Dari jajan pasar sampai sarapan khas Jogja, semua bisa kamu temukan dengan rasa yang bikin ingatan pulang ke masa kecil.

Pasar Ngasem mengajarkan kita satu hal penting: tempat itu bisa berubah, tapi kenangan yang tertinggal akan selalu hidup. Dari danau yang tenang, ke pasar burung yang ramai, sampai jadi pusat kebudayaan dan kuliner—Ngasem adalah salah satu bukti bahwa Jogja memang istimewa. Ia tahu cara menjaga masa lalu sambil merangkul masa depan.

Komentar

Artikel Terkait

Lebih Banyak