Sebagai salah satu museum terkemuka di Indonesia, Museum Sonobudoyo turut serta dalam ajang Islamic Arts Biennale 2025 yang diselenggarakan di Terminal Haji Barat, Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah, Arab Saudi, pada 25 Januari hingga 25 Mei 2025. Acara ini merupakan pameran seni Islam berskala global yang menghadirkan ekspresi budaya dan artistik dari berbagai penjuru dunia.
Islamic Arts Biennale 2025 menawarkan ruang pameran seluas 100.000 meter persegi, menggabungkan karya-karya dari masa lalu dan masa kini dalam satu ruang kreatif yang memukau. Selain menampilkan artefak bersejarah dan karya seni kontemporer, biennale ini juga menggelar lokakarya, seminar, serta diskusi panel untuk memperkaya pemahaman tentang kontribusi seni Islam dalam peradaban dunia. Ajang ini merupakan edisi kedua setelah kesuksesan penyelenggaraan pertama pada tahun 2023 yang berhasil menarik lebih dari 600.000 pengunjung.
Museum Sonobudoyo menjadi satu dari tiga institusi Indonesia yang berpartisipasi, bersama dengan Museum Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perwakilan dari Pemerintah Daerah DIY, termasuk Sekda DIY Beny Suharsono, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, serta Kepala Museum Sonobudoyo Ery Sustiyadi, turut hadir dalam pembukaan acara tersebut.
Koleksi Sonobudoyo: Wayang Sadat dan Batik dalam Seni Islam
Dalam Islamic Arts Biennale 2025, Museum Sonobudoyo menghadirkan koleksi unggulan yang sarat nilai historis dan spiritual, yakni Wayang Sadat dan batik. Koleksi ini menonjolkan bagaimana seni Jawa beradaptasi dengan nilai-nilai Islam dan berkembang menjadi medium ekspresi religius serta estetika yang mendalam.
Wayang Sadat, misalnya, merupakan warisan budaya yang menggambarkan kisah Wali Sanga sebagai penyebar ajaran Islam di Nusantara. Seni pertunjukan ini tidak sekadar mengisahkan sejarah, tetapi juga menyampaikan nilai-nilai tauhid melalui simbolisme karakter dan narasi. Kesepuluh koleksi yang dipamerkan terdiri dari sembilan tokoh Wali Sanga—termasuk Sunan Kalijaga dan Sunan Giri—serta satu gunungan, yang melambangkan perjalanan spiritual manusia.
Sementara itu, koleksi batik geometris yang dibawa Museum Sonobudoyo mencerminkan hubungan erat antara matematika, seni, dan spiritualitas Islam. Motif-motif yang dipilih, seperti Kawung, Nitik, dan Grompol, mengandung makna filosofis mendalam dan kerap digunakan untuk merefleksikan konsep kesempurnaan dalam Islam. Jumlah delapan koleksi batik yang dipamerkan juga memiliki simbolisme tersendiri, mengingat angka tersebut dalam perspektif numerik melambangkan ketidakterbatasan
Eksplorasi Tema "The Art of Numbers"
Dalam biennale kali ini, Museum Sonobudoyo berpartisipasi dalam pameran satelit "The Art of Numbers: From Al-Khawarizmi to Al", yang menyoroti peran angka dalam peradaban Islam. Tema ini mengeksplorasi bagaimana angka tidak hanya berperan dalam ilmu pengetahuan seperti navigasi dan arsitektur, tetapi juga dalam seni dan desain Islami. Koleksi Wayang Sadat dan batik yang ditampilkan oleh Museum Sonobudoyo menjadi contoh nyata bagaimana elemen numerik dan pola geometris digunakan dalam seni Islam untuk menyampaikan makna spiritual dan estetika.
Menurut Ery Sustiyadi, keikutsertaan Museum Sonobudoyo di Islamic Arts Biennale 2025 menjadi momentum penting untuk memperluas jaringan budaya global serta menegaskan peran museum dalam pelestarian seni dan budaya Islam berskala internasional. “Kami berharap partisipasi ini dapat semakin menarik minat audiens global terhadap kekayaan seni dan budaya Islam-Jawa,” ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, Sekda DIY Beny Suharsono menegaskan bahwa keterlibatan Museum Sonobudoyo dalam biennale ini merupakan bentuk diplomasi budaya, memperkenalkan pada dunia tentang peradaban Yogyakarta yang telah lama menjadi bagian dari sejarah Islam. “Kami ingin menunjukkan bahwa warisan budaya kita, baik wayang maupun batik, tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam,” tambahnya.
Warisan Islam-Jawa dalam Panggung Global
Keikutsertaan Museum Sonobudoyo dalam Islamic Arts Biennale 2025 menjadi bukti bahwa seni dan budaya Islam di Indonesia memiliki relevansi global. Dengan memadukan tradisi lokal dengan nilai-nilai Islam, koleksi yang dipamerkan tidak hanya melestarikan sejarah, tetapi juga menjadi jembatan budaya yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Harapannya, kehadiran museum ini dalam ajang internasional dapat membuka peluang lebih luas untuk kolaborasi global dalam pelestarian seni Islam.
Sebagai museum yang terus berkembang, Museum Sonobudoyo berkomitmen untuk tidak hanya menjadi tempat penyimpanan artefak sejarah, tetapi juga sebagai pusat edukasi dan dialog budaya yang menginspirasi generasi mendatang.