Deder, atau pegangan keris, bukan sekadar elemen fungsional dalam senjata tradisional ini, namun juga menyimpan nilai seni dan filosofis yang tinggi. Setiap bentuk, ukiran, dan material yang digunakan pada deder mencerminkan budaya serta kepercayaan masyarakat setempat. Bahan utama untuk membuat deder biasanya menggunakan kayu kemuning, tanduk kerbau, atau gading, yang dikenal memiliki daya tahan dan keindahan tersendiri.
Keunikan deder keris terletak pada pilihan materialnya yang berkualitas, serta ukiran halus yang rumit dan detail. Setiap motif yang diukir pada deder mengandung filosofi mendalam, seperti perlambang keberanian, kebijaksanaan, hingga perlindungan. Masing-masing jenis deder pun membawa makna simbolis, dengan ukiran yang berbeda sesuai asal daerah dan kebudayaan pembuatnya.
Berikut adalah beberapa jenis deder atau hulu keris dari berbagai wilayah di Nusantara:
Cecanginan adalah model hulu keris khas Bali yang mengambil inspirasi dari bentuk batang kayu dengan banyak mata kayu dan cabang-cabang yang terpangkas. Panjang deder Cecanginan biasanya sekitar 13 cm dan dilengkapi dengan cincin keris kecil atau mendak. Bentuknya yang unik menunjukkan hubungan erat masyarakat Bali dengan alam, sekaligus menggambarkan keindahan seni ukir yang dimiliki oleh masyarakat di Pulau Dewata.
Cekah Redut adalah jenis hulu keris dari Lombok, yang dinamai berdasarkan sebelas takikan pada sisi depan, kiri, dan kanan hulu keris ini. Dalam bahasa Lombok, "solas" berarti sebelas, yang kemudian menjadi asal nama bentuk hulu keris ini. Cekah Redut mencerminkan nilai tradisi dan seni yang khas dari masyarakat Lombok, di mana setiap ukiran mencerminkan keterampilan seni dan penghormatan pada leluhur.
Jawa Demam dikenal luas di Semenanjung Malaysia, Riau, Jambi, Sarawak, Brunei, hingga Sabah. Hulu keris ini berbentuk manusia dengan ikat kepala, yang melipat tangan di depan tubuh. Meski memiliki kesan antropomorfis, bentuk manusia pada hulu keris Jawa Demam distilir dengan indah serta dihias dengan ukiran yang sangat halus. Hulu keris ini terbuat dari kayu keras, gading, atau perak, menambah kesan estetis dan eksklusif pada keris. Pada tahun 1920-an, model ini dikenal juga sebagai Jawa Demang dan dianggap sebagai perkembangan dari bentuk hulu keris anak ayam.
Pekakak adalah model hulu keris yang banyak ditemukan di Semenanjung Malaysia, Kepulauan Riau, Jambi, Serawak, Brunei, hingga Sabah. Bentuknya yang menyerupai kepala raksasa dengan mata besar dan hidung panjang menjadi ciri khas deder ini. Terbuat dari kayu keras, gading, atau bahkan kayu berlapis perak, bentuk Pekakak mencerminkan kepercayaan spiritual serta keunikan tradisi seni masyarakat Melayu.
Deder keris tidak hanya berfungsi sebagai pegangan, namun juga menjadi representasi nilai budaya, estetika, dan filosofi yang diwariskan turun-temurun. Setiap lekukan ukiran, bahan, hingga bentuk memiliki cerita yang tersimpan rapi di dalamnya, membuat deder keris bukan sekadar hiasan, melainkan lambang warisan budaya yang kaya makna.