Jayalengkara adalah tokoh utama dalam sastra roman klasik berbahasa Jawa yang menceritakan perjalanan penuh petualangan dan makna. Sebagai anak Raja Santagnyana dari kerajaan Sunyawibawa, Raden Panji Jayalengkara digambarkan sebagai seorang pemuda yang berjiwa petualang, yang memulai perjalanannya dengan tujuan menemukan ilmu dan kebijaksanaan.
Dalam perjalanan panjangnya sebagai santri lelana (pengelana pencari ilmu), Jayalengkara menghadapi berbagai tantangan dan pertempuran yang memperkuat karakter dan keyakinannya. Setiap pertempuran yang dilalui bukan hanya melatih kekuatan fisik, tetapi juga menjadi sarana untuk mendapatkan ajaran hidup yang berharga. Melalui pengalaman ini, Jayalengkara tumbuh menjadi sosok yang bijaksana, menguasai berbagai ilmu, dan memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.
Kisah ini berpuncak pada penobatan Jayalengkara sebagai raja di Sunyawibawa dengan gelar kehormatan Batara Sunyadipa atau Maharaja Surya Dipaningrat. Ini bukan hanya akhir dari kisah pengembaraan, tetapi juga simbol pencapaian tujuan hidup Jayalengkara—menjadi pemimpin yang mengayomi rakyatnya dengan ilmu dan kebijaksanaan yang ia kumpulkan sepanjang perjalanannya.
Naskah Jayalengkara diperkirakan ditulis pada awal abad ke-19. Ditulis dalam aksara Jawa dan menggunakan bahasa Jawa, naskah ini terdiri dari 396 halaman. Ini menunjukkan betapa kaya dan mendalamnya kisah ini, bukan hanya sebagai sastra roman tetapi juga sebagai cerminan nilai-nilai kebudayaan dan filosofi Jawa yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kisah Jayalengkara menggambarkan perjalanan seorang manusia dalam menemukan makna hidup. Setiap pertempuran yang dihadapi menjadi metafora dari tantangan hidup yang menguji keteguhan hati dan kematangan jiwa. Penobatan Jayalengkara sebagai raja menunjukkan pencapaian puncak seorang manusia yang telah menempuh perjalanan panjang dan penuh makna, siap untuk mengayomi dan membimbing orang lain.