Museum Sonobudoyo mengadakan acara Membaca Lontar Kuna pada hari Selasa (15/05/2018) mulai pukul 13.00 WIB. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Museum Sonobudoyo, Komunitas Malam Museum, serta Komunitas Jawacana. Pada kesempatan kali ini menghadirkan narasumber sekaligus pakar dan pelestari tradisi lontar dari Bali yaitu Sugi Lanus, serta Fajar Wijanarko filolog Museum Sonobudoyo.
Acara ini dimulai dengan sambutan dari Drs. Diah Tutuko Suryandaru, selaku Kepala Museum Negeri Sonobudoyo. Lalu dilanjutkan pemaparan dari Fajar Wijanarko tentang koleksi dan khasanah lontar kuno yang ada di Museum Sonobudoyo. Selanjutnya diteruskan pemaparan dari sang pakar lontar Sugi Lanus.
Museum Sonobudoyo sendiri memiliki 200 koleksi lontar terdiri dari 125 lontar Bali dan 75 lontar Jawa. Menurut Fajar, di Jawa sendiri sampai saat ini lontar masih digunakan di wilayah Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur. Dipakainya lontar pada prosesi khitanan dan upacara tujuh bulanan menjadi salah satu cara melestarikan lontar. Juga ada Masyarakat Adat Bayan di Lombok yang membaca lontar pada saat acara-acara tertentu. Sedangkan di Bali, tradisi lontar ini bukan hanya membaca tetapi juga menyalin naskah-naskah penting agar tetap abadi.
Sugi Lanus memaparkan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan lontar, mengenalkan pembuatan lontar sebagai media tulis, cara membacanya, seluk beluk lontar yang ada di Bali dan Jawa, topik dan tema yang ditulis di lontar, hingga ranah konservasinya. Topik yang ditulis di dalam lontar sangat beragam, mulai dari agama, instruksi, sejarah, hingga puisi. Berdasarkan jenis aksaranya terdapat Lontar Jawa dan Lontar Bali. Perbedaan antara kedua lontar tersebut juga terletak pada tekstur lontarnya, lontar Bali dikenal lebih keras, sedangkan lontar Jawa lebih lembut.
Selain melihat dan membedah lontar, para peserta juga diajarkan cara membaca lontar, sekaligus demo menulis lontar yang dilakukan oleh saudari Ari, seorang mahasiswa dari Bali yang pandai dan ikut melestarikan tradisi menulis lontar.
Adanya lontar membuktikan bahwa pada masa lalu di Nusantara sudah dikenal tradisi tulis menulis dan membaca. Mempelajari lontar kuna membuktikan kepada generasi kita bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang begitu diperhatikan oleh para leluhur. Inilah warisan adiluhung leluhur kita yang perlu kita lestarikan bersama.