Koleksi Tekstil Museum Sonobudoyo: Menelusuri Sejarah dan Melestarikan Warisan Budaya

Koleksi Tekstil Museum Sonobudoyo: Menelusuri Sejarah dan Melestarikan Warisan Budaya

Museum Sonobudoyo di Yogyakarta menyimpan lebih dari 600 koleksi tekstil berharga yang mencakup kain batik, kain sulam, dan kain tenun dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap kain dalam koleksi ini memiliki cerita dan makna filosofis yang mendalam, mencerminkan kekayaan budaya Nusantara. Koleksi ini mencakup berbagai motif yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat akan nilai-nilai budaya dan sejarah.

Koleksi Kain Batik Parang: Filosofi dalam Pusaran Ombak

Salah satu kain batik terkenal di Museum Sonobudoyo adalah Batik Parang, yang memiliki sejarah panjang sejak era Panembahan Senopati, Sultan Mataram Islam yang berkuasa antara tahun 1586 hingga 1601. Motif Parang tercipta dari inspirasi Panembahan Senopati saat bermeditasi di Pantai Parangtritis, mengamati ombak yang menghantam batu karang. Pusaran ombak dalam motif ini dilambangkan dengan bentuk intan atau "mlinjon" dalam istilah batik. Filosofi ini menggambarkan bahwa perjuangan seorang pemimpin mirip dengan tantangan dalam pusaran air, di mana jika ia berhasil melewati rintangan, ia diibaratkan menemukan intan sebagai penghargaan atas usahanya.

Motif Sulur Ringin pada Kain Lurik: Simbol Kehidupan yang Langgeng

Tidak hanya batik, koleksi lurik dengan motif Sulur Ringin juga menarik perhatian. Motif ini tampak sederhana dengan pola garis-garis, namun menyimpan makna mendalam. Sulur Ringin melambangkan kehidupan yang abadi, mirip dengan pohon beringin yang kuat menghadapi berbagai rintangan dan memiliki umur panjang. Motif ini menjadi simbol ketangguhan dan kelanggengan hidup.

Perawatan Koleksi Tekstil: Konservasi Preventif dan Kuratif

Karena terbuat dari bahan organik, koleksi tekstil cenderung sensitif terhadap faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, cahaya, serta debu. Museum Sonobudoyo menjalankan konservasi preventif dan kuratif untuk menjaga kelestarian koleksi ini. Konservasi preventif dilakukan dengan mengontrol suhu dan kelembapan di ruang pamer, serta menggunakan silica gel untuk mengurangi kelembapan berlebih. Koleksi tekstil disimpan dalam bentuk gulungan untuk mencegah lipatan yang bisa merusak benang.

Sedangkan untuk konservasi kuratif, kain yang sudah terkena debu akan dibersihkan secara mekanik menggunakan kuas halus atau vacuum yang dilapisi kain. Untuk kain yang memerlukan pencucian, terlebih dahulu dilakukan pengecekan struktur kain, tingkat kelunturan warna, dan pH agar tidak merusak koleksi.

Pameran dan Edukasi: Mengajak Masyarakat Mengenal Wastra Nusantara

Museum Sonobudoyo aktif memperkenalkan koleksi tekstilnya melalui berbagai pameran, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satunya adalah Pameran Temporer Batik di Museum Sonobudoyo pada tahun 2009 dan pameran internasional “Batik Kita: Dressing in Port Cities” di Asian Civilization Museum, Singapura pada tahun 2022. Selain itu, Museum Sonobudoyo rutin mengadakan program publik seperti “Membatik di Museum Sonobudoyo” yang diadakan setiap Selasa-Minggu. Program ini memungkinkan pengunjung, terutama generasi muda, untuk belajar langsung tentang teknik membatik, sekaligus memahami nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Komentar

Artikel Terkait

Lebih Banyak