Setiap negara atau kerajaan pasti punya lambang kebanggaan. Indonesia misalnya, kita punya Garuda Pancasila yang siap mengepakkan sayapnya di buku pelajaran, gedung pemerintahan, sampai di dompet uang seratusan ribu. Nah, Keraton Yogyakarta juga punya simbol kebesaran yang nggak kalah keren: Praja Cihna.
Bentuknya mirip perisai merah dengan bingkai sayap emas—sudah eksis sejak tahun 1755, tepat saat Pangeran Mangkubumi alias Sultan Hamengku Buwono I mendirikan Keraton Yogyakarta. Kalau dilihat sepintas, mungkin sekadar ornamen. Tapi ternyata, tiap lekukan, tiap hiasan, punya makna filosofis yang dalam.
Nama Praja Cihna sendiri berasal dari bahasa Sanskerta. “Praja” berarti abdi negara, “Cihna” berarti sifat sejati. Jadi, kira-kira artinya: sifat sejati seorang abdi negara. Nggak heran kalau lambang ini dipakai di banyak tempat, mulai dari dekorasi bangunan, kop surat resmi, sampai medali penghargaan.
Yang menarik, lambang ini punya 8 elemen utama dengan simbolisme masing-masing:
Songkok/Mahkota – Penutup kepala prajurit, tanda jiwa ksatria sekaligus watak seorang raja.
Sumping/Hiasan Telinga – Bentuknya kayak bunga matahari, simbol kehidupan. Ditambah daun keluwih (dari kata “luwih”, artinya kelebihan) dan makara, yang jadi perlambang perlindungan bagi keselamatan kraton.
Praba/Sorot Cahaya – Menggambarkan pribadi yang menjaga kehormatan Jawa Mataram.
Lar/Sayap – Simbol cita-cita tinggi, setinggi langit.
Tameng/Perisai – Warna merahnya melambangkan keberanian yang selalu disertai kewaspadaan.
Tulisan Ha-Ba – Singkatan dari Hamengku Buwono. Mengandung harapan agar Sultan bisa melindungi, membela, dan mensejahterakan rakyat.
Kembang Padma (Bunga Teratai) – Lambang kehidupan dunia yang berpijak pada jalan menuju akhirat.
Sulur/Tumbuhan Menjalar – Simbol kehidupan yang terus berlanjut, tumbuh tanpa henti.
Selain Praja Cihna sebagai lambang Kasultanan, ada juga versi personal untuk Sultan yang sedang bertahta. Bedanya cuma tambahan Huruf Murda di bawah sayap, yang menunjukkan angka urutan Sultan. Jadi bisa dibilang ini kayak “ID Card eksklusif” seorang raja. Lambang pribadi ini bahkan bisa ditemukan di berbagai benda peninggalan Sultan, mulai dari perabot rumah tangga sampai karya seni.
Kalau dipikir-pikir, Praja Cihna ini bukan sekadar logo. Ia adalah narasi visual tentang nilai, cita-cita, dan tanggung jawab seorang Sultan. Dan seperti halnya batik atau wayang, lambang ini mengingatkan kita bahwa budaya Jogja selalu punya cara keren untuk menyampaikan makna hidup.